Manjadda Wajada.. Bersungguh-sungguhlah.. Maka Kita Akan BerhasiL..

Jangan Katakan

Author: rhosyidanelly // Category:
Bagaimana rasanya ketika seseorang yang sangat kita sayangi secara tiba-tiba ingin menjauh dari sisi kita?
Bagaimana rasanya ketika dia tak ingin kita berada di hatinya lagi?
Kisah ini hanyalah fiktif belaka, sekedar bacaan ringan bagi para muda-mudi yang gemar membaca cerpen. cerita ini dibuat ketika saya masih SMA. saat itu saya belum mengenal blog, maklum saja.. pengetahuan internet pun juga masih sangat terbatas. Akan tetapi hal ini tidak mengurangi keinginan saya untuk berkarya.. maka dari itu, sekarang saatnya bagi saya untuk berbagi cerita... mungkin sederhana.. tapi saya rasa tak apa bila saya membagi pada rekan-rekan bloger sejati. terimakasih...
Pagi yang cerah, udara terasa segar, serta kicauan burung yang begitu merdu. Hal ini semakin membuatku kembali bersemangat untuk pergi ke sekolah.
Hari ini aku bisa ketemu sama Reno lagi, cowok tersayangku yang paling beken dan so pasti cakep abis. Gimana nggak beken coba, dia kan ketua OSIS. Cowok yang jadi rebutan cewek-cewek satu sekolah. Tapi, kadang suka kepikiran, kenapa dia lebih memilihku yang nggak cantik-cantik amat. Kalo soal pelajaran, emang aku yang paling jago. Bukannya menyombongkan diri, tapi kenyataan kok.
Kita pacaran udah hampir lima bulan. Nyenengin banget punya pacar keren. Nggak enaknya, suka banyak cewek yang caper sama dia gitu. Yaa..harus selalu ngerasin hati biar nggak gampang cemburuan gitu.
Udah jam setengah tujuh, tapi Reno belum juga datang. Biasanya kita selalu ketemu di tikungan dekat taman, lalu jalan bareng ke sekolah.
“Din, nggak berangkat?”Tanya Sinta, temen sekelasku.
“Ntar deh.” Jawabku ramah.
“Hmm..pasti deh. Nungguin Reno, ya?”
Aku tersenyum malu, “tahu aja.”
“Ok deh. Duluan, ya!” Cewek yang berperawakan tinggi semampai dan berparas cantik itu pun segera pergi. Ia bahkan lebih cantik dariku, kenapa malah aku yang dipilih Reno?
Hingga jam tujuh kurang lima menit aku menunggu, “apa Reno nggak dateng? Apa dia sakit?” Tanyaku pelan sambil berusaha memutar otak.
Sebentar lagi bel masuk. So aku putusin langsung pergi ke sekolah. Aku terus aja mikirin Reno. Ada apa dengannya, aku nggak mau sesuatu yang buruk terjadi sama dia.


***


“Kenapa terlambat? Biasanya kamu kan ndak pernah yang namanya melanggar peraturan?” Tanya Bu Wening dengan logat jawanya yang kentel. Beliau adalah guru BP di sekolahku. Orangnya ramah, tapi sangat tegas sama anak-anak.
“Maaf, Bu!” Jawabku menyesal.
“Kamu..ada masalah?”
Aku menggelengkan kepala, sembari melihat mata Bu Wening dalam-dalam, “Bu. Apa Reno sudah berangkat?”
Bu Wening tampak mengerutkan keningnya.


***


Bel istirahat pun berbunyi, aku segera pergi ke kantin sama temen-temen. Aku masih aja mikirin kejadian tadi pagi. Katanya, Reno udah berangkat sejak jam enam pagi, tapi kenapa nggak kasih tahu aku. Nggak biasanya dia kayak gini.
Kulihat Reno masuk ke ruang TU. Ada apa, ya. Apa mungkin ada kegiatan lagi dan dia harus ngajuin proposal?. “Eh, bentar lagi ada kegiatan apa, sih?”Tanyaku pada Sinta yang juga anak OSIS.
“Setahuku sih nggak ada. Emang kenapa?”
Aneh. Lalu tadi ngapain Reno masuk ke ruang TU. “Trus, kenapa tadi Reno kantor. Kayaknya bawa arsip-arsip gitu.”
“Ketua OSIS urusannya nggak itu-itu aja, Din. Tapi sampe ke luar sekolah.”
Tapi masih aja aku penasaran. Ntar deh biar aku ngomong. Biasanya kita pulangnya suka bareng.
Pulamg sekolah, aku bergegas menemui Reno. Dia lagi asyik ngobrol sama temennya. “Kayaknya ngobrolnya asyik banget, nih?”Sapaku sembari menghampiri mereka. “Ren, bisa ngomong bentar?”
Ia terdiam sejenak sambil melihatku, “bentar, ya!”
“Din, ntar aja deh kangen-kangenannya. Kan masih banyak waktu!” Celoteh Tio, sohib Reno. Mereka tuh udah sahabatan semenjak SD. Jadi udah akrab banget. Kadang aku juga suka curhat ke dia masalah Reno. Apalagi kalo kita lagi marahan.
Aku tersenyum sambil berlalu. Aku memutuskan untuk menunggunya di gerbang depan, “sepertinya dia baik-baik aja.”
Beberapa menit kemudian, Reno terlihat berjalan menghampiriku. Wajahnya tampak muram dan nggak mau senyum, “ada apaan, sih?” Tanyanya sinis, “penting nggak?!”
“Aku Cuma pengen ngobrol sama kamu, kayak biasanya.” Jawabku agak heran. Dia terus aja bersikap angkuh.
“Kayaknya udah nggak ada yang perlu diomongin!”
“Maksud kamu?” Tanyaku nggak ngerti.
“Udah jelas, kan? Aku nggak mau berhubungan sama kamu lagi. Jadi, kamu nggak perlu ganggu aku lagi.” Jelasnya sinis.
Mendengarnya hatiku rasanya aneh. Seperti ada sesuatu yang menusuknya. “Kamu kenapa, sih. Sakit?”
“Nggak. Malahan, aku udah sembuh. Aku nggak tahu, bisa-bisanya aku pacaran sama kamu!” Cetusnya kasar tanpa mau memandangku.
Rasanya dadaku sakit banget, air mataku hampir menetes tapi berhasil kutahan. Ini seperti mimpi, “kamu nggak serius kan?”
“Terserah. Sekarang kita udah nggak ada hubungan lagi!”Tandasnya sembari berlalu tanpa beban.
“Ren, kamu becanda, kan? BENARKAH SUDAH BERAKHIR?!!” Jeritku pedih. Air mata tak dapat lagi kubendung. Semuanya mengalir begitu saja. Ada apa ini?


***


Semua yang terjadi bener-bener membuatku shock. Selama ini hubungan kami baik-baik aja. Sama sekali nggak ada masalah. Aku hampir nggak bisa berpikir hari ini. Banyak PR dan tugas yang harus dikerjain, tapi malah terbengkalai.
Aku kangen banget sama Reno. Aku pengen ngomong sama dia. Aku pengen dengar suaranya, tawanya, gurauannya. Kuputusin buat nelfon dia, “halo!”
“Hai Din!”Terdengar suara Tante Usman, Ibu Reno, “kamu kok nggak dateng bantuin Tante di sini?”
“Bantu apa Tante?”
“Gimana, sih? Reno nggak bilang kalo kita perginya besok?”
“Pergi? Kemana?”
“Kan udah Tante bilang, kita pindah ke Australy. Om Usman di pindahkan ke sana. Sebenarnya Tante pengen banget kamu ikut buat nemenin Reno, tapi mungkin bisa nyusul tahun depan.”
Seketika langsung lemas tubuhku, “Reno..”
“Bukannya dia mau nemuin kamu? Pengen kangen-kangenan katanya.” Ujar wanita itu ramah. Kayaknya dia nggak tahu soal sikap Reno yang tiba-tiba berubah sama Dinda.


***

Sekarang aku tahu kenapa sikap Reno jadi sinis ke aku. Dia nggak mau aku terluka, dia nggak mau aku terus kepikiran soal dia.Aku pun berlarian seperti orang gila. Aku tahu, Reno nggak mungkin sejahat itu, “Dia pasti di sana.” Terus aja aku berlari tanpa peduli kakiku luka dan berdarah karena jatuh.
Di tikungan deket taman, kami biasa ketemu di sana. Entah susah atau senang, siang atau malam. Tempat itu menyimpan banyak kenangan bagi kami.
Benar juga, kulihat Reno tengah berdiri di bawah pohon Flamboyan tempat kami biasa bareng. Dengan terengah-engah aku menghampirinya, “Ren..!”
Dia hanya diam tanpa mau berbalik.
“Reno. Kenapa, kenapa kamu nggak ngomong sama aku?”
“Apa lagi yang harus diomongin?” Tandasnya sinis, “semua udah jelas. Kita nggak usah berhubungan lagi!”
“Ren, aku nggak suka kita begini! Kamu nggak jujur!”
Sejenak kami terdiam, “kalo begitu pergi aja!” Ia bergegas hendak pergi.
Entah kenapa, tiba-tiba aku langsung berlari memeluknya. Air mata mulai membasahi pipiku, “Aku nggak ingin kamu pergi! Aku ingin selalu di sampingmu.”
Rasanya perih banget, aku nggak mampu menerimanya. Kalo Reno bakal pergi ninggalin aku dengan sikap acuh kayak gini.
“Kamu tahu, kamu udah nyakitin aku! Kamu pura-pura acuh, sementara..kamu benci melakukannya. Iya, kan?”
“Maaf!” Ucapnya lirih, “aku nggak bermaksud nyakitin kamu. Aku hanya ingin kamu melupakanku.” Jelasnya pedih.
“Melupakan untuk apa?” Tanyaku perih. Aku masih terus memeluknya. Punggungnya begitu lebar dan terasa hangat. “Dengan bersikap seperti ini kamu malah membuat aku sedih. Tiba-tiba kamu menganggapku asing dan seperti musuhmu.”
“Din..mengertilah!” Dia berbalik dan memandangku lekat-lekat, “Aku harus pergi. Aku nggak ingin kamu menungguku tanpa kepastian!”
Aku pun tertunduk dan memegang tangannya erat-erat. Aku udah nggak sanggup ngomong.
“”Din..kamu ngerti, kan? Lupain aku. Cari orang yang lebih mencintaimu, melindungimu dan bisa selalu di sampingmu!”
Aku berusaha menatap wajahnya, “nggak! Aku nggak mau ngerti. Aku nggak butuh orang lain. Cuma kamu!”
“Itu mustahil!” Ia kembali memegang tanganku erat-erat.
“Kenapa?” Suaraku parau, “kamu udah nggak sayang aku?”
“Bukan, bukan itu! Aku..” Bicaranya seperti terputus.
“Sstt..jangan mengatakan apapun. Jangan katakan sesuatu yang membuat suasana hatiku tambah buruk!” Ucapku sembari bersandar di bahunya. Dia pun hanya terdiam.
“Kamu boleh pergi, aku akan menunggumu. Kamu akan kembali, kan? Ya..kamu pasti kembali.” Dia masih aja tetep diam.
“Ya..mungkin, suatu saat aku akan kembali.”
Kata-katanya barusan membuatku tidak enak. Aku merasakan akan terjadi sesuatu padanya, tapi entah apa.
“Maaf…”
“Sstt..jangan mengatakan apapun! Aku ingin tetap seperti ini. Bersandar di bahumu dan memandangi langit malam yang ditaburi bintang-bintang.”
Ia pun hanya terdiam. Entah kenapa aku merasa ini adalah pertemuan terakhirku dengannya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi aku berusaha meyakinkan diriku bahwa dia akan kembali untuk aku. Hanya untuk aku.
“Kamu pasti kembali, aku yakin itu!” Dan dia pun tersenyum misterius.



***

Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design

0 Responses to "Jangan Katakan"

Posting Komentar